Yang terbaik untuk kita

Keduanya sama-sama terdiam dengan fokus pada televisi yang menyala. Televisi itu tiba-tiba dimatikan oleh Harenza.

“Sekarang lo udah suka sama cewe, Mel?” Pertanyaan tertohok untuk suaminya. Meldrick hanya terdiam, ia menarik nafasnya kasar, lalu menatap manusia yang duduk disebelahnya sedang menatap kedepan.

“Engga, maksud gue ya gapapa kalau lo udah suka sama wanita, bagus dong, berarti ya gue harus pergi.” Harenza tidak sekalipun menengok untuk menatap wajah suaminya, jika ia menatap wajah suaminya ia akan menangis dan tidak tega berbicara seperti itu.

“Kalau anak mah gampang, Mel, kita masih tetap orang tua untuk Calio dan kembar. Tapi lo jangan berani-berani nunjukin hubungan lo sama orang lain ke anak-anak. Cukup gue aja yang tau.” Harenza menunduk menatap perutnya yang membuncit lalu tangannya mengelus perut itu.

Tangan Meldrick meraih tangan Harenza, tetapi tangannya langsung ditepis oleh Harenza.

“Za, dengerin gue, gue sama sekali gak berani yang namanya selingkuh, gue dikantor ketemu sama banyak orang gak peduli itu wanita atau pria dan itu hanya sebatas partner kerja, udah sebatas itu doang. Kalau gue pergi sama wanita, berarti dia adalah partner gue. Gak mungkin, Za, itu hal yang sangat tidak mungkin kalau gue selingkuh.” Meldrick kembali meraih tangan Harenza, ia mengecup tangan Harenza berkali-kali agar suami manisnya ini dapat luluh.

“Gue sayang banget sama lo, sayang banget, sesayang itu gue ke lo sampai-sampai gue gabisa berpaling dari lo, Harenza. Maaf ya tadi gue lagi stress banget sama kerjaan sampai ketikan gue gajelas banget.”

“Mel, jangan khianatin gue.”

“Engga, Sayang, gak mungkin.”

“Gue udah gak menarik lagi ya, Mel?”

“Sini-sini.” Meldrick menepuk-nepuk pahanya agar Harenza dapat terduduk dipangkuannya. Harenza berpindah, ia duduk dipangkuan Meldrick. Meldrick mengusap punggung Harenza dengan lembut, ia tatap mata cantik Harenza lekat-lekat.

“Siapa sih yang bilang lo gak menarik lagi? Menurut gue lo gapernah berubah, Za, lo tetap menjadi Harenza Fiero yang pernah gue kenal. Harenza Fiero yang punya banyak hal menarik jika dikenal lebih dekat, Harenza fiero yang punya mata cantik,” Meldrick mengecup mata Harenza dan membuat Harenza memejamkan matanya.

“Harenza Fiero yang punya pipi gembul,” Meldrick mengecup pipi gembul Harenza.

“Harenza Fiero yang punya bibir cantik dan manis,” Meldrick mengecup bibir Harenza berkali-kali.

“Lo tetap menarik dalam kacamata gue, Za, lo kesayangannya gue. Lo manusia terhebat yang pernah gue kenal dan temui. Ayo senyum dulu, gue mau liat mana sih senyuman manisnya seorang Harenza Fiero yang dapat membuat seorang Meldrick Leandra pingsan?” Harenza terkekeh karena mendengar kalimat-kalimat keju yang suaminya itu lontarkan.

“Gitu dong ketawa. Mana senyumnya gue mau liat.”

Harenza tersenyum, Meldrick memegangi dadanya sambil mengaduh dan pura-pura pingsan.

“Aduh manis banget, pingsan aja kali ya.” Dada Meldrick terkena pukulan Harenza berulang kali.

“Sumpah lo alay bangeet, Mel.” Tetapi senyuman itu tidak dapat luntur, Harenza tidak dapat menyembunyikan rasa salah tingkahnya karena ulah suaminya.

“Jadi gimana, Mel? Kita jadi cerai gak?” Meldrick tiba-tiba menjadi diam.

“Mel? Kok diem?”

“Buat apa cerai. Mending kita kawin aja.” Meldrick membuka seluruh kancing piyama Harenza dengan cepat, sehingga membuat keduanya tertawa terbahak-bahak.

Meldrick mengecupi seluruh wajah Harenza. Harenza terkekeh karena merasa geli akibat dikecupi oleh suaminya.

Harenza bahagia memiliki Meldrick, pun juga sama dengan Meldrick. Keduanya saling membutuhkan.

“Mel, terimakasih, ya.”

“Terimakasih kembali, Sayangku.”

— fin.

Written by brownieszt.