wejangan ibu

“Haekhal.” Ibu memanggil Haekhal yang sedang bercanda bersama Cia dan Rubi diruang tengah. Haekhal yang dipanggil pun lantas menengok.

“Sini, Ibu mau bicara.” Ibu tersenyum tipis tangannya melambai seakan menyuruh Haekhal mendekati Ibu. Haekhal berjalan mendekati Ibu yang sedang duduk dikursi makan.

“Sini duduk, Haekhal.” Ibu menarik kursi lalu menyuruh Haekhal untuk duduk. Dada Haekhal berdegup cepat sekali, ia kebingungan, sangat takut, tetapi ia tetap duduk dikursi yang sudah Ibu tarik.

Ibu meraih tangan kanan Haekhal yang terpasang cincin yang diberikan Marcell lalu Ibu mainkan cincin itu diputernya cincin itu. Ibu tersenyum melihat cincin yang terpasang dijari manis Haekhal, cantik sekali.

“Kalian sudah saling mencintai?” Ibu menatap Haekhal, Haekhal mengangguk.

“Menikah tidak segampang dan tidak seindah yang kamu bayangkan, Haekhal. Mungkin menurut kamu menikah itu perihal hidup bersama dengan orang yang kamu sayangi lalu kamu akan hidup bahagia. Tetapi sebenarnya tidak seperti itu. Rumah tangga itu ada aja nanti masalahnya. Masalah perbedaan pendapat, mau punya anak berapa, mau punya rumah atau tinggal di apart. Tidak peduli kamu menikah dengan orang yang sangat kamu cintai atau kamu benci, masalah itu pasti akan datang dan menguji kamu.” Ibu mengelus tangan Haekhal lalu bibirnya tertarik, Ibu tersenyum menatap Haekhal.

“Tetapi kamu bisa saling membuat komitmen. Kalian bisa menentukan ingin punya anak berapa, perempuan atau laki-laki, kalian bisa menentukan ingin tinggal dirumah atau diapart, kalian bisa menentukan dirumah ada art atau tidak. Dari sekarang, Haekhal, kalian harus menyiapkan semuanya agar tidak kaget saat memulai rumah tangga.” Haekhal hanya mengangguk, dia merekam semua wejangan dari calon Ibu Mertuanya itu.

“Ibu gagal dalam pernikahan, dan Ibu takut itu terjadi pada anak Ibu. Makanya Ibu takut sekali melepas anak Ibu menikah, tetapi Ibu sudah bisa menerima itu. Haekhal, berbahagialah bersama Marcell.”

Ibu maju mendekati Haekhal dan memeluk Haekhal, Haekhal sangat kaget akan kejadian tiba-tiba itu. Ibu memeluknya? Ibu memeluknya????? Pelukan itu adalah pelukan yang sudah lama tidak Haekhal dapatkan, pelukan dari seorang Ibu. Haekhal perlahan mendengar isakan Ibu, Ibu menangis dalam pelukannya.

“Ibu, terimakasih sudah menerima aku. Terimakasih, Bu...” Haekhal bingung sekali ingin bicara apa, lidahnya kelu.

Ibu melepas pelukannya, Ibu terkekeh lalu menyeka air matanya, “Ibu cengeng sekali, ya, aduh malu nangis didepan mantu.” Ibu mengusap bahu Haekhal.

Mantu??? Mantu???

“Nanti berbagi sama Ibu, ya, cerita saja sama Ibu kalau kamu sedang kesulitan, Ibu janji pasti Ibu akan bantu semua kesulitan kamu.” Haekhal mengangguk, sungguh lidahnya sangat kelu, sehingga Haekhal tidak dapat mengeluarkan suara.

“Terimakasih, Bu...” Itulah ucapan yang dapat keluar dari mulut Haekhal.

“Sudah ngucapin terimakasih terus, Ibu tidak ngasih apa-apa.” Ibu menepuk bahu Haekhal pelan tetapi tepukan pada bahunya seperti menguatkan bahu sempit Haekhal.

© brownieszt