talk about me
TW // cheating , toxic parent. CW // kissing , kinda mature.
“Haekhal...” Marcell memasuki kamar, ia melihat Haekhal yang sedang menonton film.
“Udah pulang? Bersih-bersih dulu sana.” Haekhal tidak beranjak dari posisinya sekarang, ia tetap tiduran dan menonton. Marcell mendekati Haekhal lalu mengusap kepala Haekhal pelan, “Nontonnya jangan dekat-dekat, Haekhal, nanti matanya sakit.” Saat Haekhal benarkan posisi tidurnya, Marcell tersenyum lalu langsung berjalan menuju kamar mandi untuk bersih-bersih.
Marcell sudah selesai mandi, ia memakai kaos hitam dengan celana pendek.
“Abang, sini.” Haekhal meminta Marcell untuk tiduran disebelahnya. Marcell menghampiri Haekhal dan merebahkan dirinya disebelah Haekhal.
Keduanya saling bertaut dengan pelukan. “Abang mau cerita?” Lalu Marcell mengangguk.
“Begini, Haekhal. Saya sebenarnya bingung ingin mulai ceritanya bagaimana, kalau saya cerita saya seperti membuka luka yang sudah kering.” Haekhal mendongak menatap wajah Marcell yang segar karena baru saja mandi.
“Kalau gamau cerita, gapapa Bang.” Marcell tersenyum lalu menggelengkan kepalanya.
“Saya akan cerita semuanya,” Marcell menarik nafasnya dalam-dalam.
“Saya anak tunggal. Ah, tidak juga sih, saya mempunyai adik perempuan, tetapi bukan kandung melainkan adik tiri saya. Ibu saya dulu pernah menikah lagi sejak ditinggal oleh Ayah saya menikah.” Marcell terdiam, sesak menyerang dadanya.
“Ayah saya selingkuh, lalu selingkuhannya hamil dan Ayah saya bertanggung jawab dengan menikahinya. Ayah saya meninggalkan Ibu dan saya pada saat saya masih kecil, dulu saya masih berusia 10 tahun. Saya dan Ibu saya mati-matian untuk bertahan didunia yang sangat jahat ini. Lalu tidak lama Ibu saya menikah lagi dengan sahabatnya dan mempunyai 1 anak perempuan.
Dulu saya saat usia 10 tahun terpaksa harus putus sekolah dan memilih untuk bekerja karena saya tidak mau melihat ibu saya bekerja. Ayah saya menghilang entah kemana, saya tidak dapat kabar lagi dari beliau, mungkin beliau sudah bahagia dengan keluarganya, saya harap seperti itu. Ayah tiri saya sangat baik, beliau yang menghidupkan saya dan Ibu saya. Saya disekolahkan oleh beliau, sosok seorang Ayah yang sudah lama tidak saya dapatkan, saya kembali dapatkan dari beliau.
Tetapi orang baik itu tidak bertahan lama ya, Haekhal? Ayah tiri saya meninggal 7 tahun lalu. Kamu mau tau kan kenapa saya memilih menjadi polisi? Alasannya karena beliau, Ayah tiri saya. Ayah tiri saya dulu adalah seorang Jenderal Polisi. Beliau yang membuat saya sekarang menjadi seperti ini.”
Tanpa sadar Marcell meneteskan air matanya walau saat ini ia tersenyum saat menceritakan kehidupannya yang sangat menyakitkan baginya. Haekhal memeluk Marcell dengan sangat erat, ia menepuk punggung Marcell. Ia sangat bingung ingin bereaksi seperti apa, karena sangat kaget dengan cerita dibalik seorang Marcello Artarendra.
“Abang... Lo ada kangen gak sama Ayah kandung lo?”
Marcell tersenyum tipis lalu menyeka air matanya, “Jelas saja, tidak, Haekhal. Saya bahkan tidak ingin bertemu lagi dengan beliau, beliau adalah manusia paling jahat yang pernah hidup dalam kehidupan saya. Banyak sekali orang yang melarang saya membenci beliau bahkan Ibu saya melarang saya membenci beliau. Tetapi saya tidak akan pernah bisa melupakan kejahatan dan luka yang pernah ia tinggal pada saya dan Ibu saya. Haekhal, tidak apa-apa kan kalau saya benci Ayah kandung saya sendiri?”
Haekhal mengelus bahu besar Marcell, lalu ia menatap mata merah Marcell. “Lo pernah bilang ke gue kalau gue harus memaafkan semua orang yang pernah nyakitin gue, kalau gue berhasil maafin mereka pasti gue merasa damai. Lo juga harus seperti itu Bang.”
“Saya sudah berusaha memaafkan beliau, tetapi tidak bisa, Haekhal. Beliau yang sudah menyakiti Ibu saya, beliau yang bikin Ibu saya sedih. Sulit sekali untuk memaafkannya, apalagi mengingat semua yang pernah ia buat pada Ibu saya.”
Haekhal mengeratkan pelukannya pada Marcell, ia mengusap-usap punggung Marcell. Ia menyembunyikan wajahnya didada bidang Marcell, menghirup dalam-dalam wangi segar yang menyeruak dari badannya.
“Lo keren banget, Bang. Lo hebat banget. Abang, terimakasih ya sudah mau bertahan selama ini, terimakasih sudah menjadi orang paling kuat, terimakasih sudah menjadi orang baik. Abang, izinkan gue buat menyembuhkan luka-luka lo.” Marcell tersenyum lalu mengusak rambut Haekhal, “Kamu sudah, Haekhal. Kamu yang selama ini menyembuhkan luka-luka saya, terimakasih, ya.” Haekhal menyembunyikan wajahnya yang memerah didada Marcell.
“Haekhal...” Yang dipanggil pun mendongak. Haekhal mengerjapkan matanya menatap Marcell.
Marcell mendekatkan wajahnya dengan wajah Haekhal. Ia mencuri kecupan dibibir Haekhal, ciumannya cukup lama, tidak ia lumat dan ia gerakkan, Marcell hanya menyatukan bibirnya dengan bibir Haekhal. Lalu Marcell sadar, ia langsung menjauhkan wajahnya, ia salah tingkah pun juga Haekhal.
“Maaf, Haekhal. Maaf saya lancang, maaf, maaf sekali.”
“Bang...”
Haekhal menangkup pipi Marcell, lalu ia menyatukan bibirnya dengan bibir Marcell, persis seperti yang tadi Marcell lakukan. Haekhal perlahan melumat bibir Marcell, ia sesap bibir bawah Marcell. Marcell yang menerima itu langsung mengambil alih ciumannya. Keduanya memejamkan mata dan menikmati sesapan dan lumatan yang sedang keduanya lakukan.
Marcell meremas pinggang Haekhal untuk melampiaskan nikmatnya sedangkan Haekhal meremas rambut Marcell dan mendorongnya untuk memperdalam ciumannya.
Ciuman mereka cukup lama. Saat nafas keduanya terengah, keduanya lantas melepaskan ciumannya. Marcell menatap wajah Haekhal yang dengan rakus menghirup nafas. Marcell kembali mencium bibir Haekhal lalu ciumannya turun ke leher Haekhal. Marcell mengecupi leher wangi Haekhal, ia menyesap leher Haekhal membuat sang pemilik leher mendongakkan kepalanya dan mendorong kepala Marcell seakan menyerahkan lehernya pada Marcell.
Marcell kembali sadar, ia langsung menjauhkan wajahnya dari leher Haekhal. Ia menatap wajah Haekhal.
“Haekhal maaf, maafkan saya. Saya lancang sekali, maaf.”
“Bang, lakukan lebih, please.”
Marcell mengusap kepala Haekhal, “Saya tidak mau menyakiti kamu, Haekhal.”
“Tapi gue suka, Bang.”
Marcell lalu tertawa dengan terbahak-bahak. Bahu Marcell terkena pukulan Haekhal karena menertawakannya.
“Nanti ya, kalau kamu sudah dewasa.”
“Enak aja! Gue udah dewasa ya! Gue udah 23 tahun! Gila nih polisi gadungan, dikata gue 15 tahun apa ya.”
“Loh bukannya kamu masih 10 tahun?” Pertanyaan itu langsung dihadiahkan cubitan pada perut Marcell. “Aduh sakit, Haekhal!” Lalu ia kembali tertawa saat melihat wajah sebal Haekhal.
“Sudah-sudah, mending kita tidur saja. Sudah dong jangan cemberut seperti itu.” Marcell mengeratkan pelukannya pada Haekhal. Haekhal tersenyum walau tidak dilihat Marcell.
Haekhal bahagia saat bersama Marcell.
“Selamat malam, Haekhal.”
“Selamat malam, Abang.”
Written by brownieszt