pelukan yang terakhir (?)
Haekhal, Najello, Jeanno, Raffa, Jevander dan juga Zaxier sudah berada di Bandara.
Haekhal celingak-celinguk mencari keberadaan Marcell. Marcell terbang jam 11, jam setengah 11 belum terbang kan? Haekhal sedikit frustasi karena ia tidak ketemu dengan Marcell.
“Bang, itu kayak Bang Marcell bukan sih?” Jevander menunjuk seseorang dengan kemeja orange dan celana panjang hitam sedang duduk menunduk.
Haekhal tersenyum karena orang dicarinya pun ketemu. “Lo pada tunggu disini dulu, ya.” Yang diajak bicara pun mengangguk.
Haekhal berjalan menuju Marcell yang sedang duduk. Saat sudah sampai dibelakang Marcell, ia langsung memeluk Marcell dengan sangat erat.
“Abang, sendirian aja nih.” Haekhal terkekeh lalu duduk disebelah Marcell. Marcell tentu saja kaget akan kedatangan Haekhal yang sangat tiba-tiba itu. “Haekhal? Kok kamu bisa sampai sini? Sama siapa?” Marcell bercelingukan mencari orang yang dibawa Haekhal, namun nihil ia tidak melihat orang yang dikenalnya.
“Surpriseeeee.” Haekhal kembali memeluk Marcell dengan sangat erat.
“Abang, sedih banget ya gue gabisa datang? Kok lo kemarin bohong kalau lo gapapa?”
Marcell menangkup pipi Haekhal, ia tatap mata dan juga bibir indah milik Haekhal, “Saya tidak mau membebani kamu, Haekhal.” Lalu lengannya kena pukul Haekhal, “Beban apa sih Bang! Lo polisi bukan beban. Gue ini yang beban.”
Keduanya pun tertawa bersama.
Haekhal mengajak Marcell berdiri, ia memeluk Marcell dan menggoyangkan tubuhnya kekanan juga kekiri, seperti berdansa. “Abang, jaga diri ya disana, hati-hati. Jangan lupa balik lagi ke gue, gue tungguin disini kapanpun lo mau pulang, Bang.”
“Saya bisa apa tanpa kamu, Haekhal. Kesepian sekali saya tanpa Matahari saya.”
“Gausah lebay, disana masih ada Ibu dan Cia.”
Marcell melepaskan pelukannya, ia menangkup pipi Haekhal. Haekhal tau jika ia ingin dicium oleh Marcell pun lantas memejamkan matanya, Marcell terkekeh melihat Haekhal yang sedang memejamkan matanya, “Kamu ngapain?” Haekhal langsung membuka matanya dan mengerjapkan matanya menatap Marcell, sungguh, ia sangat malu. Tolong bawa Haekhal menghilang dari sini
Haekhal memajukan bibirnya, “Kirain mau cium. Yakali gak cium Bang.” Marcell pun tertawa dengan terbahak-bahak melihat tingkah menggemaskan dari Haekhal.
Marcell menangkup pipi Haekhal, ia mengecup bibir Haekhal sekilas tetapi ciuman itu ditahan oleh Haekhal. Haekhal melumat bibir Marcell. Keduanya memejamkan matanya menikmati sesepan demi sesepan. Keduanya tidak peduli dengan pandangan orang yang berlalu lalang menatap mereka aneh karena berciuman di bandara. Keduanya tidak peduli dengan bisikan-bisikan orang-orang padanya.
Marcell melepaskan ciumannya karena menerima pukulan dari Haekhal tanda bahwa Haekhal telah kehabisan nafas. Marcell dan Haekhal membuka matanya, saling menatap satu sama lain, dengan tatapan itu keduanya telah jatuh cinta.
“Buset Bro, yakali ciuman di Bandara.” Jeanno menegur Marcell dan juga Haekhal. Marcell tentu saja kaget karena teman-temannya pun ikut andil dalam mengantarkan ia ke bandara.
“Loh bukannya Naje sedang wisudaan?”
Naje memukul bahu besar Marcell, “Percaya banget lu Bang sama gue. Gue masih skripsian.”
“Terima kasih ya sudah datang jauh-jauh, padahal tidak apa-apa kalau tidak datang.”
“Gapapa apanya lo aja duduk disini udah kayak orang putus asa.” Haekhal tidak terima dengan kata tidak apa-apa yang dilontarkan oleh Marcell.
Marcell tersenyum lalu mengelus bahu Haekhal.
“Lanjutin dah ciumannya, kita duduk sini.” Raffa telah duduk dibangku ruang tunggu dan teman-temannya pun mengikuti Raffa duduk.
“Masih ada waktu 20 menit, sana ciuman.” Jevander mendorong Marcell agar lebih dekat pada Haekhal.
Marcell dan Haekhal saling menatap canggung. Keduanya menatap teman-temannya yang menatapnya seperti mereka adalah tontonan yang sangat seru, tetapi saat keduanya menatap balik teman-temannya, teman-temannya itu malah mengalihkan pandangannya seperti tidak ingin ketauan bahwa mereka menunggu acara ciuman Marcell dan juga Haekhal.
Haekhal menarik tengkuk Marcell dan ia mempertemukan kembali bibirnya dengan bibir Marcell. Ia melumat bibir Marcell dengan kasar dan Marcell pun membalas kasar juga ciuman itu. Kepala keduanya bergerak kekanan juga kekiri, Haekhal meremat surai Marcell dan mendorongnya untuk memperdalam ciumannya. Kecipak basah itu pun terdengar kotor karena ulah kedua bibir yang sedang berperang.
Ciuman mereka terpaksa berhenti karena Marcell harus terbang.
Marcell sudah menarik koper itu menjauh dari Haekhal dan teman-temannya.
Haekhal tiba-tiba menjadi sedih karena ia kembali disadarkan oleh kenyataan bahwa Marcell harus meninggalkannya sendiri di Ibu Kota ini.
Haekhal berlari menyusul Marcell lalu memeluknya dengan sangat erat, “Abangggg.” Tanpa sadar Haekhal menangis dan membuat Marcell khawatir.
Marcell mengusap air mata Haekhal, “Saya pasti akan kembali, pegang janji saya, Haekhal.” Marcell mengenggam tangan dingin Haekhal. Marcell tersenyum.
Teman-temannya itu pun mendekati Marcell juga Haekhal. Teman-temannya itu ikut bergabung dalam pelukan Haekhal juga Marcell.
“Bang hati-hati, jangan lupa kabar-kabarin kita.”
“Bang, jangan khawatir kita akan jagain Bang Haekhal.”
“Bang kita pasti kangen lo.”
Itulah pesan dari Naje, Raffa dan juga Zaxier. Sedangkan Jeanno dan Jevander tidak dapat berbicara, keduanya hanya menepuk bahu Marcell, hanya itu yang bisa keduanya lakukan.
Marcell tersenyum, “Terima kasih semuanya. Kalian jaga diri disini, ya.”
Marcell kembali menarik koper besar itu menjauh dari teman-temannya.
Haekhal, Jeanno, Raffa, Naje, Jevander dan juga Zaxier itu melambaikan tangannya, melepaskan temannya itu untuk pulang.
Marcell sudah masuk dalam pesawat.
Naje menepuk bahu Haekhal untuk sekedar menguatkan Haekhal.
“Balik lagi dia, Bang. Kita nonton aja yuk.” Hibur Zaxier, Haekhal suka sekali menonton, itulah salah satunya cara agar dapat mengembalikan mood Haekhal.
Haekhal tersenyum tipis menatap pesawat yang perlahan sudah mulai mengudara, dadanya berdebar kuat, takut jika semesta tidak mengizinkan Marcell kembali padanya.
© brownieszt