Meldrick mad
“Mel maaf...” Saat ini Meldrick dan Harenza sedang duduk diatas ranjang dikamar lama Meldrick dirumah orang tuanya. Harenza mengenggam tangan Meldrick sedangkam Meldrick hanya diam dan terus mengeluarkan aura dinginnya, rahangnya mengeras, ia sangat marah dengan suaminya.
“Mel, gue janji besok-besok akan izin walau gue cuma keluar beli makan.” Harenza mengecup tangan Meldrick bertujuan untuk menenenangkan emosi suaminya.
“Za, sebelumnya lo udah tau kan kalau gue akan semarah ini?” Meldrick menatap Harenza dingin, rahangnya masih saja mengeras, ia masih emosi. Kesalahan Harenza kali ini membuat Meldrick sangat marah.
Bagi Harenza masalah ini hanya sepele, hanya kesalahannya yang tidak meminta izin suaminya untuk party bersama sang mantan, sedangkan bagi Meldrick kesalahan ini sangat besar, bukan karena Harenza tidak meminta izin saja, tetapi karena ia sangat takut Harenzanya kenapa-napa, Harenzanya ini sedang hamil dan juga Harenza menelantarkan sang anak demi bertemu sang mantan, keterlaluan sekali.
Harenza mengangguk, “Trus kenapa lo nekat?” Harenza menunduk, ia sangat merasa bersalah dan sangat takut, sebelumnya Meldrick belum pernah semarah ini.
Harenza terus menunduk tanpa sadar air matanya mengalir dan menetes kebawah membasahi lantai. Meldrick sadar jika Harenza menangis. Meldrick menghela nafasnya kasar.
“Besok-besok kayak gini lagi aja, Za. Gausah izin gue, telantarin anak lo, gausah pikirin anak lo yang ada diperut, have fun aja sama mantan.”
Meldrick mendengar isakan Harenza yang semakin kencang.
“Gak denger? Nangis aja, gausah dengerin gue.” Dan betul saja, Harenza menangis tersedu-sedu, ia memeluki tubuh Meldrick, tetapi pelukannya tidak dibalas oleh Meldrick.
“Ngapain nangis? Gue gak butuh tangisan lo, gue cuma butuh penjelasan lo, kenapa lo se-nekat ini? Lagipula tangisan lo gabisa nyelesain masalah, emang semua masalah bisa kelar dengan tangisan?” Tangisan Harenza semakin kencang.
“Gue—takut. Jangan marah—gue janji gak lagi nekat kayak—gini. Mel—maaf.” Suara Harenza terputus-putus karena isakannya.
Meldrick menarik nafasnya dan mengeluarkan kembali, bertujuan untuk membuat emosinya tenang. Meldrick berdecak lalu langsung membalas pelukan Harenza.
“Gue gapernah ngelarang lo untuk ketemu sama siapapun, gue tanya emang gue pernah ngelarang?” Harenza menggeleng dalam pelukannya.
“Jawab.” Harenza mendongak menatap wajah dingin suaminya, “Enggak—nggak pernah larang-larang.”
Meldrick menepuk-nepuk punggung Harenza lalu merapihkan rambut Harenza yang berantakan.
“Jadiin ini yang terakhir. Besok-besok gue gamau ada masalah ini terjadi lagi.”
“Iya, maaf, maafin gue ya, Mel.” Tangisan Harenza sudah mulai tenang, ia dapat menjawab pertanyaan suaminya.
“Gue takut, Mel, jangan diem aja.” Lalu Harenza mengecup bibir Meldrick, membuat Meldrick sedikit luluh.
“Mel....”
Meldrick menarik tengkuk Harenza untuk melumat bibir suaminya, ia sesap lalu ia gigit untuk melampiaskan emosinya, membuat sang pemilik bibir melenguh manja. Meldrick mengangkat tubuh Harenza tanpa melepaskan ciumannya, lalu Harenza saat ini sudah berada dipangkuan Meldrick, mereka berdua saling melumat, saling bertukar saliva, saling menggigit dan saling bertengkar lidah didalam mulut. Harenza meremat rambut Meldrick karena ia sangat frustasi dengan ciuman kasar dan penuh emosi yang Meldrick dan ia lakukan saat ini.
Ciuman Meldrick sudah merambat dileher Harenza, ia menyesap leher Harenza, ia hirup dalam-dalam wangi manis vanilla dari leher Harenza. Meldrick sengaja menggigit leher Harenza, membuat Harenza mendongak dan melenguh hebat. Meldrick menghentikan acara menyesap leher Harenza, ia mendongak menatap wajah sang suami yang seolah sudah memberikan seluruh tubuhnya kepadanya.
“Pulang yuk.”
Harenza terkekeh karena ajakan Meldrick, ia tau pasti suaminya ini sedang menginginkan tetapi tidak dapat melakukan disini, dirumah orang tuanya.
Harenza turun dari pangkuan Meldrick, “Gamau ah, gue mau ketemu bubu dulu, bye.” Kurang ajar sekali Harenza ini, meninggalkan suaminya yang sudah sangat nafsu.
“Jancok.” Meldrick mengumpat mengundang tawa Harenza yang memenuhi kamar.
— fin.
Written by brownieszt.