“Lo manusia yang gak punya hati, ya?”

Sesampainya Javier di Apart Bagas, pintunya tidak terkunci, Javier tidak lagi memperdulikan adab bertamu, ia masuk kedalam apart Bagas.

Cukup gelap, hanya ada satu ruangan yang bercahaya, itu ruangan menonton televisi. Televisi yang terus menyala tidak dipedulikan oleh dua manusia yang sedang mengadu lidah, iya, Bagas dan Dipta sedang berciuman membuat Javier diam membuka didepan pintu.

Javier mencari barang yang dapat dilempar kedekat kedua manusia yang sedang berciuman itu agar keduanya sadar, kalau bisa ia akan melemparkannya langsung kepada dua kepala yang sedang gerak kekanan dan kekiri itu. Vas bunga di dekatnya menjadi sasaran empu Javier, dilemparnya vas itu menimbulkan suara yang sangat keras, ia tidak peduli apa sejarah dan berapa harga vas bunga.

Bagas dan Dipta sontak menengok ke arah Javier yang sedang menatap keduanya dengan tatapan amarah dan nafas yang menggebu tidak bisa ia kontrol.

Setelah menyalakan lampu, Javier berjalan menuju dua empu yang sudah berdiri dengan sempurna. Javier menampar pipi Dipta agar Dipta sadar, merahnya pipi itu bekas tangan Javier. Dipta memegangi pipinya meringis pelan. Javier kembali menatap nyalang kedua manusia yang masih setia berdiri itu.

“Lo apa-apaan sih, Jav!” Bentak Bagas, suaranya meninggi membela Dipta yang masih meringis karena perih pipinya menjalar hingga membuat kepalanya sakit.

Javier menunjuk nunjuk Bagas, “Lo diem. Lo gak punya hak untuk bicara. Jangan sampai mulut lo gue tampar juga.” Lalu atensinya beralih kepada Dipta, masih menatap dengan tatapan marah, nafasnya masih menggebu seperti ia adalah peran penting dalam rumah tangga Dipta.

“Sadar Dipta! Sadar! Jangan goblok! Lo gak pantes jadi—” Javier hampir saja membongkar rahasia bahwa Dipta sudah menikah. Dipta tertawa walau air matanya menetes. Pipi dan matanya memerah.

“Lo siapa ikut campur masalah gue hahahahaha lo yang goblok bukan gue dasar tolol!”

“Dipta mabok, Jav.”

Amarahnya kembali tersulut, rasanya Javier ingin sekali mengobrak-abrik apart ini dan menjadi gila.

Ditariknya tubuh Dipta dengan kasar menuju mobil Javier, mengajaknya pergi menjauh dari wajah Bagas.

“Jav! Javier! Lo mau ke mana? Dip! Bangsat. Lo mau ajak Dipta ke mana?”

“Ajak Dipta pergi, kalau bisa gue buat Dipta enggak lagi lihat wajah sialan lo itu.” Jawab Javier lalu ia kembali melanjutkan jalannya menuju parkiran mobilnya.

Diperjalanan menuju mobilnya, Dipta selalu mengoceh hal-hal yang tidak penting, ngatain Rian berulang kali.

“Ian tolol hahaha dia gak akan bisa buat gue jatuh cinta ogah gue jatuh cinta sama dia hahahaha.”

“Eh tapi kenapa setiap liat mukanya gue selalu berdegup.” Lanjut Dipta dengan alis yang mengerut.

Tangannya memukul angin seperti tidak membenarkan ucapannya. “Ah tetep aja gue muak sama Ian. Manusia aneh.”

Javier sabar mendengarkan ocehan demi ocehan, hinaan demi hinaan yang keluar dari mulut Dipta. Hingga keduanya sudah berada di dalam mobil. Kepalang pusing, Dipta tidak sadarkan diri.

“Lo manusia yang gak punya hati, ya, Dip?” Javier menghembuskan napasnya kasar. Tak lama ia mengemudikan mobilnya menuju apartnya.

Written by brownieszt.