Langit yang sepi tanpa Biru.

Apa yang dikatakan Langit pada Biru benar adanya, hidup dirinya yang sangat tidak beraturan tanpa sang Biru.

Hari Langit menjadi Abu duka tanpa sang Biru.

Hari Langit yang biasanya penuh dengan senyum dan tawa canda, satu tahun belakang ini menjadi sepi tanpa senyum dan tawa canda, walaupun itu bohong sekalipun.

Satu tahun belakang ini, Langit hidup seperti penuh penyesalan. Bibirnya tidak pernah tertarik ke atas, senyum tidak pernah tersungging diwajahnya yang tampan.

Disinilah, Langit berada, di kota New York, berjalan tanpa tujuan, air mata yang menetes tanpa sadarnya. Kakinya tidak kuat untuk berjalan, ia duduk di bangku taman, membaca sedikit pesan yang disampaikan Biru kepadanya. Tidak banyak yang disampaikan padanya, tapi cukup buat hatinya sangat hancur.

Langit memukul dadanya penuh penyesalan saat kembali baca pesan pada handphonenya. Ia sudah tidak sanggup lagi untuk bicara. Lidahnya kelu untuk bicara sepatah kata pun, ia tidak peduli pada seorang lelaki yang peduli pada dirinya untuk menanyakan keadaannya.

Langit kembali berjalan, menyusuri kota besar nan ramai ini.

“Heeeeeyyy!” Teriakan seorang lelaki yang memenuhi telinganya.

Langit sadar bahwa ada mobil yang berjalan kearahnya dengan kecepatan penuh. Langit seperti berserah diri pada mobil itu, ia tidak sanggup untuk berlari menjauh. Ia sudah menyerah, dunia sudah tidak lagi mengharapkannya, buat apa lagi dia hidup?

Langit tersungkur, terpental, mobil tersebut menendang tubuhnya jauh dari tempat ia berdiri tadi.

Air matanya mengalir saat seluruh tubuhnya sangat perih, darahnya memenuhi jalan tetapi kesadarannya masih penuh, nyawanya pun masih ada. Langit merutuki, Kenapa dirinya masih hidup. Kenapa masih diberi kesempatan untuk hidup. Padahal ia sudah menyerah.

Ia berdiri dengan kepala yang sangat pening, ia memukul kepalanya kencang untuk kembali pada kesadarannya. Banyak pertanyaan dari manusia disana, tapi Langit hanya menjawab “I'm okay, I can walk, thank you.”

Iya, betul. Langit memaksakan tubuhnya yang mungkin setengah sadar itu untuk tetap berjalan menyusuri jalan besar New York. Tidak peduli dengan manusia yang menatapnya bingung karena dirinya yang penuh dengan darah.

Langit mengetikkan pesan pada Biru, ia butuh pertolongannya, ia hanya ingin di obati Biru, ia ingin ke rumah sakit bersama Biru, ia hanya ingin dengan Biru, Biru, Biru dan Biru.

Langit terduduk dibangku kosong dengan mata yang terpejam. Karena kakinya sudah menyerah, tidak sanggup lagi untuk berjalan, tubuhnya sudah menolak keegoisan Langit.

Cepat bilang bahwa Langit manusia bodoh, manusia brengsek, manusia tidak tau diri, manusia egois, karena ia cocok dapat julukan tersebut.