kehancuran Marcell
Dunianya Marcell sedang hancur hari ini dan mungkin akan seterusnya, karena Haekhal tidak akan pernah disisinya lagi nanti.
Marcell memukuli dadanya karena dadanya sangat sesak.
Tangan gemetarnya meraih ponsel yang tidak jauh darinya, ia mencoba untuk menghubungi Haekhal lewat telepon tetapi tidak diangkat oleh Haekhal.
Pintu kamar Marcell terbuka. Seorang wanita paruhbaya yang sudah berusia itu menatap sedih anaknya yang sedang patah hati. Ibu baru pertama kali melihat Marcell sangat hancur, terakhir saat Ayahnya meninggal, setelah itu yang Ibu lihat adalah Marcell adalah sosok yang amat kuat hatinya. Tapi hari ini Ibu kembali melihat anaknya yang seperti putus asa, menangis dengan napas yang sepertinya sangat susah.
Ibu mendekati Marcell, Ibu mengusap punggung Marcell yang bergetar hebat.
“Mas... Hey, kenapa, Nak? Kenapa Sayang? Hey, jawab Ibu, kamu kenapa?” Ibu menepuk berkali kali bahu bergetar Marcell.
Ibu terduduk diranjang dengan Marcell didalam pelukannya. Marcell sudah cukup tenang saat dipeluk oleh wanita cantiknya.
“Ibu... Kenapa untuk bahagia saja susah sih? Mas sudah banyak mempersiapkan itu, tapi hari ini Mas harus merelakannya,”
“Mas kira dengan mempersiapkan banyak hal, Mas akan gampang meraihnya ternyata tetap saja sulit ya, Bu.”
“Mas harus percaya pasti akan ada hal indah didepan yang menanti Mas, mungkin emang ini jalannya, Mas harus terima dengan lapang dada.”
Air mata Marcell kembali menetes saat otaknya kembali memutar kenangan indah bersama Haekhal, saat keduanya tertawa bebas, saat keduanya berciuman ditemani dengan langit malam, saat keduanya berpelukan untuk mengobati luka, saat keduanya sedang bersama dengan tangan yang bertaut.