first date

Marcell dan Haekhal bergandeng tangan menikmati Bandung di siang hari. Banyak sekali orang berlalu lalang.

Keduanya sangat bahagia seperti pasangan paling bahagia di Bandung. Berjalan dibawa teriknya sinar matahari sambil tertawa.

“Sudah laper belum, Haekhal?” Kepala Marcell menunduk untuk bertanya kepada Haekhal yang tubuhnya lebih mungil dari Marcell.

“Udah, hehe.” Anak itu cengengesan, perutnya sudah minta diisi makanan karena ia belum sarapan tadi pagi.

“Disana rame tuh, ayo kesana, ada live music juga.” Marcell menunjuk sebuah cafe terbuka yang rame karena ada live music disana.

“Ayo Abang!” Haekhal mengajak Marcell untuk berlari menuju cafe itu.

Keduanya sudah duduk dan memesan makanan.

Marcell terus menatap Haekhal dengan tatapan kagum. Haekhal yang ditatap pun salah tingkah.

“Kenapasih Bang?”

Marcell mengelus pipi gembul Haekhal.

“Ini Cantiknya saya, Manisnya saya, Sayangnya saya.” Haekhal terkekeh pelan.

“Sumpah Bang, keju banget, sebel.”

Keduanya tertawa. Tuhan menggoreskan kebahagiaan diantara keduanya.

Alih fokus keduanya sudah berada pada live music.

Marcell berdiri hendak meninggalkan Haekhal sendiri.

“Mau kemana, Bang?”

“Saya mau nyanyi.”

“Loh emang bisa?”

Marcell mengusap rambut Haekhal lembut, “Ngeraguin saya, ya.”

Marcell sudah berdiri didepan kumpulan orang.

“Bang, saya boleh nyanyi?” Marcell bertanya kepada seorang laki-laki yang sepertinya umurnya tidak jauh berbeda darinya.

“Wah boleh banget, Kang! Mau nyanyi apa?”

“Perahu kertas.”

Marcell sudah berdiri didepan Mic, didepan hadapan banyak orang. Fokus Marcell kepada orang yang sedang duduk sendiri yang tidak berhenti menorehkan senyumannya, Haekhal Ardiyaksa yang baru kemarin menjadi Tunangannya.

Lantunan music mulai terdengar. Marcell mulai mendekatkan dirinya pada Mic yang senantiasa berdiri.

Perahu kertasku kan melaju membawa surat cinta bagimu

Suara lembut Marcell menyihir seluruh manusia yang ada disana untuk berteriak heboh. Haekhal yang mendengarnya merinding.

Kata-kata yang sedikit gila tapi ini adanya.

Perahu kertas mengingatkanku betapa ajaibnya hidup ini.

Sorakan dan tepuk tangan dari manusia disana sangat meriah tak terkecuali Haekhal.

Mencari-cari tambatan hati, kau sahabatku sendiri.

Marcell menunjuk Haekhal.

Hidupkan lagi mimpi-mimpi.

Marcell turun dari panggung kecil itu menuju sang kekasih yang sejak tadi menatapnya sangat bangga.

Marcell menggenggam tangan Haekhal lalu mengajaknya berdiri. Marcell merengkuh pinggang sempit Haekhal.

Ku bahagia, kau telah terlahir didunia dan kau ada diantara miliaran manusia

Dan ku bisa dengan radarku menemukanmu

Tepukan tangan sangat meriah disana. Handphone banyak sekali yang berdiri untuk mendokumentasikan mereka. Bisikan serta bisikan serta terdengar. Banyak yang bilang keduanya adalah pasangan yang sangat bahagia.

Music telah berhenti. Marcell memeluk Haekhal didepan umum, tidak ada malu sedikitpun untuk memberitahu bahwa ia sangat bahagia bersama Haekhal.

“Ini Cintanya saya.” Marcell berbicara didepan mic sehingga semua orang dapat mendengarnya.

“Ini Sayangnya saya.” Marcell melanjutkan perkataanya.

“Saya beruntung sekali mengenal anak ini.”

“Abang malu ih.” Haekhal berbisik sehingga hanya Marcell yang mendengarnya.

“Ngapain malu? Saya tidak akan pernah malu memberitahu bahwa saya mencintaimu.”

Marcell kembali memeluk Haekhal dengan sangat erat, manusia disana tidak pelit akan tepuk tangan yang meriah.

“Kalian hebat!”

“Langgeng terus ya!”

“Keren! Bahagia terus!”

Kira-kira seperti itu ucapan manusia yang ada disana yang menjadi saksi cinta Marcell dan Haekhal.