Calio mimpi buruk

Matahari sudah menaik, mengintip membuat sepasang suami ini mulai terganggu. Harenza terbangun dari tidurnya, ia langsung terduduk tak lama ia meringis memegangi perut bagian bawahnya.

Harenza membangunkan Meldrick. Meldrick menyipitkan matanya, ia masih sangat mengantuk, “Kenapa, Sayang?” Dengan suara serak khas orang bangun tidur. “Mel, perut gue sakit banget, tolong.” Harenza meremas tangan Meldrick, Meldrick langsung terduduk, memegangi perut Harenza.

“Sakit banget?” Tanya Meldrick panik karena melihat air muka Harenza yang sangat sakit, tangannya ia biarkan diremas kuat-kuat oleh Harenza sebagai pelampiasan sakit diperutnya. “Kerumah sakit ya? Yuk, gue siapin mobil dulu.” Harenza menggeleng ribut, “Enggak, gausah. Ini cuma kontraksi palsu. Gue bisa tahan.”

Meldrick membuka internet, mencari 'cara mengatasi kontraksi palsu'. “Duh gue lupa banget lagi lo pernah kontraksi palsu gak pas hamil kakak. Oh ini, Sayang, coba minum air putih dulu.” Meldrick berdiri, menyodorkan air putih kepada Harenza yang masih saja meringis.

Pintu kamar terbuka, menampilkan sosok anak kecil, “Kakak kenapa?” Calio tidak menjawab ia hanya mendekati Meldrick lalu merentangkan tangannya—ia meminta untuk didekap, Meldrick lantas mendekap tubuh mungil Calio. Calio menangis dalam dekapan Meldrick, membuat sang Papah dan sang Ayah nya sangat panik.

Harenza melihat sang anak menangis dalam dekapan sang suami, ia langsung terduduk, tidak peduli dengan sakit luar biasa yang menyerang perutnya, “Kakak kenapa?” Harenza melemparkan pertanyaan kepada sang anak yang masih saja tersedu-sedu dalam dada Meldrick.

“Yayah tiduran aja, lurusin kakinya.” Pinta Meldrick kepada Harenza, ia tau bahwa Harenza masih merasakan sakit pada perutnya, Harenza mengelus perutnya dengan lembut, ia mengatur nafasnya, berusaha mengurangi nyeri pada perutnya.

Calio sudah berhenti dari nangisnya, saat ini Calio sudah terduduk dipangkuan Meldrick, Meldrick sejak tadi mengusap dada Calio agar anaknya ini dapat tenang, “Udah lega belum?” Meldrick bertanya dengan tenang, Calio mengangguk pelan, “Mau cerita ke Papah gak kenapa kakak nangis?” Meldrick tidak berhenti mengusap dada Calio.

“Mimpinya serem, kakak takut, kakak gamau bobo sendiri lagi! Takut, Papah, kakak takut banget.” Oh anak ini habis mengalami mimpi buruk Meldrick langsung mendekap anaknya dengan sangat erat, bertujuan agar sang anak dapat tenang.

“Kan cuma mimpi, Kak. Gak benar-benar terjadi.” Harenza menenangkan Calio.

“Tapi Kakak takut, Yah! Serem banget, Kakak gamau bobo sendiri!”

Harenza merentangkan tangannya, ia mengambil Calio dari dekapan suaminya, Calio duduk dipangkuan Harenza, “Kakak kan mau masuk sekolah besok, ya? Kalau mau masuk sekolah harus bobo sendiri, nanti kalau ditanyain sama bu gurunya Kakak bobo sama siapa trus kakak jawab bobo sama Papah dan Yayah trus diketawain sama temen-temen, kakak malu gak?” Harenza berusaha agar anaknya ini dapat mandiri, walau usia anaknya masih kecil tetapi ia usahakan dari kecil anaknya ini dapat mandiri seperti tidur sendiri dan anaknya ini sedang diajarkan makan sendiri.

Calio menggeleng ribut, tetapi wajahnya tidak dapat berbohong, ia sangat ketakutan, entah mimpi apa yang sudah ia alami hingga ia sangat ketakutan seperti ini, “Yasudah nanti malam Kakak bobo sama Yayah dan Papah.” Calio mengangguk lalu kembali memeluk sang Ayah.

“Emang Kakak mimpi seram apasih sampai Kakak takut gitu?” Meldrick bertanya kepada sang anak, ia sangat penasaran.

“Kakak dikejar-kejar sama monster biru besar sekali,” Calio membuka tangannya menunjukan seberapa besar 'monster' itu, “Monsternya kejar-kejar Kakak sampai Kakak terpisah sama Papah dan Yayah, Kakak cari Yayah, Kakak cari Papah, tapi gak ada! Kakak takut, Kakak terus lari tapi malah ketemu monster itu terus!” Anak kecil itu bercerita dengan wajah yang sangat menggemaskan, Meldrick lantas tertawa sangat kencang, membuat sang anak jengkel.

“Papah! Kenapa tertawa? Kakak takut! Ih Papah jahat sekali.”

“Kakak kebanyakan nonton monster inc itu, lucu banget sih Kakak!” Ujar sang Papah membuat Calio sangat jengkel. Harenza mengecupi pipi gembul sang anak berusaha untuk meredakan jengkelnya, tetapi anak itu mengerucutkan bibirnya, ia masih jengkel dengan sang Papah karena menertawakan mimpinya, “Yayah, Papahnya jahat! Kakak gamau sama Papah.” Calio membuang mukanya, ia tidak mau menatap sang Papah, membuat sang Papah kembali tertawa dengan terbahak-bahak.

“Ih ngambek, jelek ih. Papah betul loh, Kakak kan sering nonton monster inc makanya sampai kebawa mimpi gitu, ih awas loh Kak, monster biru besarnya ada dirumah ini loh.” Calio menyembunyikan kepalanya didada Harenza, ia ketakutan, Harenza memukul lengan Meldrick pelan, “Papah ini loh, malah diledekin anaknya.” Harenza terkekeh pelan, ia mengusak rambut Calio.

“Bercanda, Sayang. Sini sama Papah, Yayahnya lagi sakit perutnya.” Meldrick membujuk Calio yang sejak tadi masih memeluk Harenza dengan sangat erat, enggan melepaskan pelukannya.

“Papah jangan takut-takutin Kakak lagi! Kakak gasuka tau, Papah nyebelin!” Meldrick kembali tertawa, sungguh anaknya ini sangat menggemaskan.

“Enggak, iya Papah janji gak nakut-nakutin lagi. Ayo kita nonton monster inc lagi.” Calio sudah didekapan Meldrick, Calio menggeleng ribut, ia tidak mau lagi menonton monster inc, karena takut akan terbawa mimpi lagi, “Kakak mau nonton andy.” Meldrick terkekeh pelan lalu menyetel televisi, mencari kartun Toy Story, kartun kedua kesukaan Calio—setelah monster inc.

Saat ini Calio sudah tiduran sesekali tertawa disaat kartun itu menunjukan tingkah lucu, disebelah kirinya ada Meldrick, disebelah kanannya ada Harenza yang setia menemani sang anak menonton kartun.

“Perutnya udah enakan, belum?” Meldrick melemparkan pertanyaan, “Udah, udah gapapa, tadi cuma kontraksi palsu, wajar terjadi.” Meldrick hanya mengangguk paham.

“Papah gak kerja?” Saat sedang bersama sang anak, Meldrick juga Harenza saling memanggil dengan sebutan yang biasa Calio panggil, bukan dengan nama atau sebutan kasar lainnya, karena tidak baik jika didengar anak kecil.

“Enggak, Papah mau temenin Kakak nonton andy.” Meldrick melemparkan senyuman gantengnya pada sang suami.

“Papah, Yayah, peluk!” Pinta Calio, membuat kedua orangtuanya terkekeh gemas, keduanya lantas memeluk sang anak.

— fin.

Written by brownieszt.