22-11-20

“Mel, perut gue sakit bangeeett, gak kuaatt.” Harenza meremat tangan Meldrick dengan sangat erat berharap sakit pada perutnya mereda, berharap sakit itu lenyap tetapi sakit itu terus menyerang Harenza hingga tubuhnya berkeringat banyak.

“Iya, Ay, sabar ya. Dokter, ini kapan ya Suami saya dibius?” Meldrick bertanya kepada seorang pria yang berkenaan jas warna putih rapih yang sedang berganti baju operasi.

“Sebentar, Pak, tunggu ya.”

Setelah 9 bulan lamanya Harenza mengandung, kini bayi didalam perutnya sudah meminta untuk dilahirkan, meminta untuk melihat dunia yang cukup indah, meminta untuk bernapas lega.

Hari ini, dari pagi Harenza sudah merasakan perutnya yang sangat amat sakit, tidak disangka olehnya bahwa melahirkan sangat menyakitkan. Air matanya terus menetes menyatu dengan keringatnya, perutnya sejak tadi dielus oleh Meldrick, katanya agar sakitnya mereda, tapi itu sangat tidak berguna bagi Harenza.

Harenza seperti sedang bertaruh dengan hidupnya, ia seperti sedang dihadapkan pilihan antara menyerah atau tetap kuat, tetapi sejak tadi ucapan-ucapan cinta dari mulut Meldrick tidak berhenti berucap.

“Lo harus kuat.”

“Gue sayang banget sama lo, kita jaga dan rawat bayi ini, ya.”

“Sayang, Sayangnya gue hebat. Cintanya gue hebat, gue sayang banget.”

Kurang lebih seperti itu ucapan Meldrick yang berhasil membuat Harenza memilih tetap kuat.

Tangisan bayi menyeruak memenuhi ruangan operasi. Harenza berhasil mempertaruhkan hidupnya untuk seorang bayi laki-laki. Meldrick bernapas lega tetapi tidak dengan Harenza, karena ia masih menahan sakit nan perih saat perutnya dijahit oleh Dokter.

“Hebat.” Senyuman bangga Meldrick tunjukkan pada Harenza yang juga sedang tersenyum menatapnya.

“Calio, tiba-tiba gue kepikiran nama itu, Mel.”

Meldrick tersenyum, ia berpikir sejenak, tidak buruk, pikirnya.

“Calio Leandra.”

“Kesayangannya gue bertambah sekarang.” Ucap Meldrick sambil mengecup kening Harenza dengan lembut.

– fin.

Written by brownieszt.